ALAM
SEBAGAI SENTRAL ILMU PENGETAHUAN
Oleh:
Eldo Accarja
Adat
Minangkabau lahir dari suatu pemikiran yang cerdas beradaptasi dengan
lingkungan. Adaik (adat) berkembang
mengikuti pemikiran yang cerdas yang menjaga etika dan tata cara sesuai
perkembangan zaman. Setiap
perkembangan zaman, manusia yang
berpedoman kepada alam ini, hanya bagi
mereka yang berpegang teguh kepada hukum alam akan terjaga dengan
batasan-batasan yang digariskan masa kepadanya. Perkembangan zaman bukan hal yang menakutkan, sebab adaik adalah cara
untuk melindungi diri dari tantangan zaman. Minangkabau dari warisan pemikiran nenek moyangnya memberikan
kecerdasan berpikir unutuk anak cucunya. Alam takambang manjadi guru, hukum alam yang dipakainya mengisyaratkan bahwa
siapa yang kuat maka dialah yang bertahan.
Jadi, tidak perlu resah lagi dan tidak perlu juga
menetapkan kesepakatan atau menciptakan hukuman positif dalam kehidupan berbudaya. Cukup dengan cara mengembalikan
kesadaran kita akan tantangan zaman. Alam bisa membinasakan kita dan bisa juga menjadi pembimbing kita
kepada jalan yang memiliki aturan tatacara dan etika. Berangkat dari kesadaran akan kecintaan kita kepada
alam, menjadikan alam sebagai sahabat sebagai pedoman untuk mencari suatu
kebenaran. Pencarian ini melahirkan
suatu keyakinan bahwa hidup di dunia
harus berhati-hati, sebab kekuatan kita dapat lenyap ditelan zaman. Ini yang menjadi kerangka berpikir para pemikir yang disebut sebagai filsufnya alam takambang jadi guru di Minangkabau. Pemikir-pemikir Minangkabau melahirkan suatu
pemikiran baru, bahawa di atas kekuatan masih ada kekuatan yang
sempurna dan dia meyakini ada suatu kekuatan abadi. Ini yang
menjadikan lahirnya suatu kesadaran akan adanya Tuhan.
Alam
melahirkan suatu hukum yang pantang dilanggar, ini sudah ada di dalam Al-Qurannurkarim. Aturan-aturan yang terdapat dalam Al-Quran merupakan petunjuk, sedangkan alam adalah sebagai tempat
meluahkan pikiran, mencurahkan segala rasa yang menjadi
tantangan. Setiap tindakan dirasakan terlebih dahulu dengan hati nurani layak
atau tidaknya. Di Minangkabau orang yang disengaja atau tidak sengaja
dikatakan ‘tidak beradat’ pasti langsung marah, jelas bahwa penekanan kata ‘tidak beradat’ di sini merupakan suatu tindakan tidak berpikir atau tindakan tidak bertatacara dan etika. Alam
yang kita tafsirkan sebagai keindahan menuntut etika kepada manusia, ketentuan-ketentuan yang ada dalam Al-Qur’an, perlu disadari bahwa manusia dan alam itu saling menjaga. Manusia difitrahkan di muka bumi untuk menjadi khalifah.
Awal berdirinya Adat di Minangkabau
Adat
di Minangkabau berdiri karena Syarak Nan
Mangato, berawal dari dakwah Islam yang datang ke Minangkabau, dibawa oleh da’i dari
Arab yang melakukan perdagangan. Kebudayaan animisme secara perlahan memudar di ranah
bundo kanduang
ini. Hubungan interaksi
perdagangan orang Minang dengan para da’i sangat harmonis. Keterjagaan hubungan ini menciptakan saling
percaya, sehingga Islam diterima
secara damai,
tidak dengan penaklukan atau penjajahan.
Seiring perkembangan zaman, orang Minang telah banyak
memeluk Islam dan tempat-tempat ibadah atau surau dijadikan tempat belajar (mengaji) yang melahirkan cendikiawan
Minangkabau. Cendikiawan-cendikiawan atau ulama ini berdakwah dengan memberikan
pendidikan.
Oleh karena masih banyaknya
masyarakat Minangkabau yang percaya kepada animisme, cendikiawan
Minangkabau mendakwahkan
Islam ke penjuru
Minangkabau. Mendakwahkan kepada
masyarakat, bahwa masih banyak yang tidak sesuai dengan alur yang patut. Cara
yang patut, disampaikan pendakwah kepada
orang-orang yang masih percaya kepada animisme. Kejahiliahan budaya dihilangkan dengan
alasan yang disampaikan belum sesuai dengan alur
yang patut. Oleh karena itu, para ulama dan
santri-santri (pakiah)
menciptakan suatu tata cara yang terhormat disebut sebagai adat atau tata cara
yang pas, ide-ide ini diterima dengan baik.
Sababnyo kukuah adaik di Minang
Badirinyo karano dek limbago
Rusaknyo karano panjajah datang
Barubah adaik karano
kuasonyo
Ajaran
Islam melahirkan kehidupan beradat
di Minangkabau. Dengan
mendakwahkan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi ka
Nan
Bana
sesuai dengan ungkapan alua nan patuik
yang menaikkan
rasa dan periksa atas tindakan kebudayaan kuno yang menjunjung tinggi perempuan secara berlebihan, dihapuskan karena
tidak sesuai dengan Islam. Kedatangan
Islam dalam penyebaran agama banyak melakukan distorsi sejarah budaya animisme
di Minangkabau. Ketika
Islam telah menyeluruh,
langkah penyempurnaan
adat dilakukan dengan gerakan pembaharuan Islam,
bukan dengan kekerasan tetapi dengan mendakwahkan. Akan tetapi, campur tangan penjajah
menghalangi ruang gerak ulama untuk menyempurnakan adat di Minangkabau. Politik adu domba para
penjajah menghasut kaum adat. Gerakan
pembaharuan Islam membuat ketidaksenangan Belanda terhadap Islam, menjadikan kaum-kaum
adat sebagai senjata untuk memerangi ulama. Kaum ulama melakukan pembelaan terhadap
diri dari serangan kaum adat yang diboncengi Belanda. Perperangan saudara
ini berakir hingga kepada suatu penandatanganan Baiah Marapalam. Islam berhasil mengembalikan
kesadaran kaum adat. Di sana, ulama menyadarkan
bahwa perperangan ini adalah politik
busuk kerajaan protestan Belanda yang mengadudombanya.
Pembaharuan
Islam melahirkan kesepakatan Adaik
Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabulaah Al-Qur’annurkarim.
1.
Alam sebagai kerangka berpikir
Ketahanan
teori alam ini dijabarkan dalam Al-Quran, bahwa manusia dituntut untuk belajar memahami dengan diturunkannya ayat yang pertama oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril
di gua hiraq.
Dengan diturunkannya ayat
ini, Allah memberi celah kepada umat manusia untuk
mengetahui sifat ke gaibanya. Sangat mudah, sebab Allah memiliki sifat yang Maha. Untuk memahami sifat yang Maha itu, kita harus mengetahui sifat yang diberikan Allah kepada ciptaanya. Sifat itulah yang disebut sebagai
sifat Allah. Keyakinan adanya kekuatan tadi mendekatkan diri manusia kepada Tuhan, bahwa di atas kekuatan ada kekuatan yang mutlak. Jadi, tidak perlu heran lagi mengapa masyarakat Minangkabau menjunjung tinggi agama Islam
sebagai agama utama di Minangkabau. Itu semua sudah dijelaskan dalam penjelasan alam takambang manjadi guru, bahwa adaik (adat) Minangkabau berkembang mengikuti perkembangan zaman yang bersifat
dinamis mengiringi tantangan zamannya.
2.
Manuruik alua nan patuik
Alua nan
patuik berarti cara yang pas untuk melakukan suatu
tindakan, agar tidak salah langkah untuk mengambil suatu keputusan. Kecenderungan orang Minangkabau, mereka harus merasakan dengan analisa yang
mendalam. Pituah adat telah menuangkan dalam ungkapan
falsafahnya yaitu pikia palito hati, raso dibao naiak. Akal dan nurani harus sejalan selain
kecerdasan IQ orang Minangkabau telah menggunakan EQ untuk berpikir.
Mungkin
banyak kita temui tindakan yang tidak bermoral yang secara akal bisa diterima, sedangkan menurut pemikiran nurani belum tentu
pas. Untuk mencari nan patuik dalam suatu keputusan memang sangat susah. Orang Minangkabau lebih banyak
mencarikan solusinya kepada teman, mamak, dan atau orang-orang terdekat lainnya daripada menghadapi dengan
sendirinya.
3.
Al-Qur’an
sebagi petunjuk
Pola pikir alam takambang manjadi guru
mengantarkan urang Minang menuju Islam atas segala kebenaran yang terkandung di dalamnya (Al-Qur’an) segala kebenaran Islam yang telah nyata
dibuktikanya melalui pemikiran yang cerdas. Memahami alam, membuka mata
para pemikir di Minangkabau bahwa pemahaman Adaik Basandi Syarak, Syarak
Basandi Kitabullah yang menyatakan Islam sebagai sandi utama kehidupan ber-Adat. Adat dan
syarak tidak bisa di pisahkan karena Adat dan Syarak Sandi-Basandi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar