Rabu, 26 September 2012

ALAM SEBAGAI SENTRAL ILMU PENGETAHUAN

ALAM SEBAGAI SENTRAL ILMU PENGETAHUAN
Oleh: Eldo Accarja

Adat Minangkabau lahir dari suatu pemikiran yang cerdas beradaptasi dengan lingkungan. Adaik (adat) berkembang mengikuti pemikiran yang cerdas yang menjaga etika dan tata cara sesuai perkembangan zaman. Setiap perkembangan zaman, manusia yang berpedoman kepada alam ini, hanya bagi mereka yang berpegang teguh kepada hukum alam akan terjaga dengan batasan-batasan yang digariskan masa kepadanya. Perkembangan zaman bukan hal yang menakutkan, sebab adaik adalah cara untuk melindungi diri dari tantangan zaman. Minangkabau dari warisan pemikiran nenek moyangnya memberikan kecerdasan berpikir unutuk anak cucunya. Alam takambang manjadi guru, hukum alam yang dipakainya mengisyaratkan bahwa siapa yang kuat maka dialah yang bertahan.
 Jadi, tidak perlu resah lagi dan tidak perlu juga menetapkan kesepakatan atau menciptakan hukuman positif dalam kehidupan berbudaya. Cukup dengan cara mengembalikan kesadaran kita akan tantangan zaman. Alam bisa membinasakan kita dan bisa juga menjadi pembimbing kita kepada jalan yang memiliki aturan tatacara dan etika. Berangkat dari kesadaran akan kecintaan kita kepada alam, menjadikan alam sebagai sahabat sebagai pedoman untuk mencari suatu kebenaran.  Pencarian ini melahirkan suatu keyakinan  bahwa hidup di dunia harus berhati-hati, sebab kekuatan kita dapat  lenyap ditelan zaman. Ini yang menjadi kerangka berpikir para pemikir yang disebut sebagai filsufnya alam takambang jadi guru di Minangkabau. Pemikir-pemikir Minangkabau melahirkan suatu pemikiran baru, bahawa di atas kekuatan masih ada kekuatan yang sempurna dan dia meyakini ada suatu kekuatan abadi.  Ini yang menjadikan lahirnya suatu kesadaran akan adanya Tuhan.
            Alam melahirkan suatu hukum yang pantang dilanggar, ini sudah ada di dalam Al-Qurannurkarim. Aturan-aturan yang terdapat dalam Al-Quran merupakan petunjuk, sedangkan alam adalah sebagai tempat meluahkan pikiran, mencurahkan segala rasa yang menjadi tantangan. Setiap tindakan dirasakan terlebih dahulu dengan hati nurani layak atau tidaknya. Di Minangkabau  orang yang disengaja atau tidak sengaja dikatakan tidak beradat pasti langsung marah, jelas bahwa penekanan kata tidak beradat’ di sini merupakan suatu tindakan tidak berpikir atau tindakan tidak bertatacara dan etika. Alam yang kita tafsirkan sebagai keindahan menuntut etika kepada manusia, ketentuan-ketentuan yang ada dalam Al-Qur’an, perlu disadari bahwa manusia dan alam itu saling menjaga. Manusia difitrahkan di muka bumi untuk menjadi khalifah.

Awal berdirinya Adat di Minangkabau
Adat di Minangkabau berdiri karena Syarak Nan Mangato, berawal dari dakwah Islam yang datang ke Minangkabau, dibawa oleh da’i dari Arab yang melakukan perdagangan. Kebudayaan animisme secara perlahan memudar di ranah bundo kanduang ini. Hubungan interaksi perdagangan orang Minang dengan para da’i sangat harmonis. Keterjagaan hubungan ini menciptakan saling percaya, sehingga Islam diterima secara damai, tidak dengan penaklukan atau penjajahan. Seiring perkembangan zaman, orang Minang telah banyak memeluk Islam dan tempat-tempat ibadah atau surau dijadikan tempat  belajar (mengaji) yang melahirkan cendikiawan Minangkabau. Cendikiawan-cendikiawan atau ulama ini berdakwah dengan memberikan pendidikan.
Oleh karena masih banyaknya masyarakat Minangkabau yang percaya kepada animisme, cendikiawan Minangkabau mendakwahkan Islam ke penjuru Minangkabau. Mendakwahkan kepada masyarakat, bahwa masih banyak yang tidak sesuai dengan alur yang patut. Cara yang patut, disampaikan pendakwah kepada orang-orang yang masih percaya kepada animisme. Kejahiliahan budaya dihilangkan dengan alasan yang disampaikan belum sesuai dengan alur yang patut. Oleh karena itu, para ulama dan santri-santri (pakiah) menciptakan suatu tata cara yang terhormat disebut sebagai adat atau tata cara yang pas, ide-ide ini diterima dengan baik.
Sababnyo kukuah adaik di Minang
Badirinyo karano dek limbago
Rusaknyo karano panjajah datang
Barubah adaik karano kuasonyo
Ajaran Islam melahirkan kehidupan beradat di Minangkabau. Dengan mendakwahkan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi ka Nan Bana sesuai dengan ungkapan alua nan patuik yang menaikkan rasa dan periksa atas tindakan kebudayaan kuno yang menjunjung tinggi perempuan secara berlebihan, dihapuskan karena tidak sesuai dengan Islam. Kedatangan Islam dalam penyebaran agama banyak melakukan distorsi sejarah budaya animisme di Minangkabau. Ketika Islam telah menyeluruh, langkah penyempurnaan adat dilakukan dengan gerakan pembaharuan Islam, bukan dengan kekerasan tetapi dengan mendakwahkan. Akan tetapi, campur tangan penjajah menghalangi ruang gerak ulama untuk menyempurnakan adat di Minangkabau. Politik adu domba para penjajah menghasut kaum adat. Gerakan pembaharuan Islam membuat ketidaksenangan Belanda terhadap Islam, menjadikan kaum-kaum adat sebagai senjata untuk memerangi ulama. Kaum ulama melakukan pembelaan terhadap diri dari serangan kaum adat yang diboncengi Belanda. Perperangan saudara ini berakir hingga kepada suatu penandatanganan Baiah Marapalam. Islam berhasil mengembalikan kesadaran kaum adat. Di sana, ulama menyadarkan bahwa perperangan ini adalah  politik busuk kerajaan protestan Belanda yang mengadudombanya.
Pembaharuan Islam melahirkan kesepakatan Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabulaah Al-Qur’annurkarim.
1.      Alam sebagai kerangka berpikir
Ketahanan teori alam ini dijabarkan dalam Al-Quran, bahwa manusia dituntut untuk belajar memahami dengan diturunkannya ayat yang pertama oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril di gua hiraq. Dengan diturunkannya ayat ini, Allah memberi celah kepada umat manusia untuk mengetahui sifat ke gaibanya. Sangat mudah, sebab Allah memiliki sifat yang Maha. Untuk memahami sifat yang Maha itu, kita harus mengetahui sifat yang diberikan Allah kepada ciptaanya. Sifat itulah yang disebut sebagai sifat Allah. Keyakinan adanya kekuatan tadi mendekatkan diri manusia kepada Tuhan, bahwa di atas kekuatan ada kekuatan yang mutlak. Jadi, tidak perlu heran lagi mengapa masyarakat Minangkabau menjunjung tinggi agama Islam sebagai agama utama di Minangkabau. Itu semua sudah dijelaskan dalam penjelasan alam takambang manjadi guru, bahwa adaik (adat) Minangkabau berkembang mengikuti perkembangan zaman yang bersifat dinamis mengiringi tantangan zamannya.

2.      Manuruik alua nan patuik
Alua nan patuik berarti cara yang pas untuk melakukan suatu tindakan, agar tidak salah langkah untuk mengambil suatu keputusan. Kecenderungan orang Minangkabau, mereka harus merasakan dengan analisa yang mendalam. Pituah adat telah menuangkan dalam ungkapan falsafahnya yaitu pikia palito hati, raso dibao  naiak. Akal dan nurani harus sejalan selain kecerdasan IQ orang Minangkabau telah menggunakan EQ untuk berpikir.
Mungkin banyak kita temui tindakan yang tidak bermoral yang secara akal bisa diterima, sedangkan menurut pemikiran nurani belum tentu pas. Untuk mencari nan patuik dalam suatu keputusan memang sangat susah. Orang Minangkabau lebih banyak mencarikan solusinya kepada teman, mamak, dan atau orang-orang terdekat lainnya daripada menghadapi dengan sendirinya.    

3.       Al-Qur’an sebagi petunjuk
Pola pikir alam takambang manjadi guru mengantarkan urang Minang menuju Islam atas segala kebenaran yang terkandung di dalamnya (Al-Qur’an) segala kebenaran Islam yang telah nyata dibuktikanya melalui pemikiran yang cerdas. Memahami alam, membuka mata para pemikir di Minangkabau bahwa pemahaman Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah yang menyatakan Islam sebagai sandi utama kehidupan ber-Adat. Adat dan syarak tidak bisa di pisahkan karena Adat dan Syarak Sandi-Basandi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar