Oleh:
Eldo Accarja
Mau kemana budaya Minangkabau ini akan diarahkan? apakah kita
mempertahankan keasliannya dengan tingkat pemahaman itu-itu saja, atau menahannya agar
dapat dilestarikan dan bisa menjadi aset bangsa yang berharga agar dapat dipatenkan? Tentu itu seperti mumi yang berjalan selayaknya untuk
dipertontonkan. Pilihan itu tergantung
kepada kita,
sebenarnya pastinya kita mau yang
terbaik, tidak mungkin kita tega dengan ketertinggalan pola pikir kebudayaan
yang terus berlarut. Jangan sampai kita diwarnai oleh Budaya asing yang
menghilangkan kearifan Budaya kita, Budaya Pop sangat disenangi oleh
generasi muda, sebab kecenderungan
manusia tidak bisa diikat oleh aturan-aturan.
Sedangkan pemikiran Agama dianggap sangat primitif sama dengan pemikiran Budaya yang sangat tradisi terlalu
banyak aturan. Sebenarnya,
Budaya dan Agama mengikat
tingkah laku sosial Manusia.
“Agama
dan Budaya tidak
bisa digandeng atau disatukan, salah satunya harus ada yang mengalah, sebab
Budaya dan Agama memiliki disipilin hukum tersendiri”. Ternyata filsafat Yunani
Klasik ini terbantahkan oleh orang Minangkabau. Pada umumnya, orang Minangkabau telah
mengetahui adagium Budayanya sendiri, bahkan ini sudah bisa disebut sebagai pranata yang
mengikat kepada kebudayaannya. Adaik
Basandi Syarak, Syarak
Basandi Kitabullah telah
berhasil menyatukan darah melayu sebagai identitas kebudayaan yang Islami. Kita bisa
membuktikan,
yang mengikat suatu pemikiran sosial berbudaya di dalam lingkungan sosial di tanah Melayu ini
berlandaskan atas
dasar hukum Islam.
Bukan hanya Minangkabau saja yang memaknai adagium ini,
orang-orang Melayu pada umumnya memaknai sebagai filosofi kebudayaannya.
Jika kita berbincang
tentang Agama dan Budaya, yang perlu kita fahami yaitu sudut pandang kita.
Suatu masalah ditinjau dari kaca mata yang berbeda tentu saja kelihatan
berbeda. Fatwa dari sudut pandangan kepentingan sosial-ekonomi, dari sudut
pandang kebebasan, sangat jauh berbeda. Contohnya,
rokok-rokok
sudah mendarah daging oleh masyarakat Minangkabau, apa lagi di lapau-lapau yang menjadi salah
satu tempat bagi kaum laki-laki untuk bersosial.
Pada umumnya tempat
ini menyediakan rokok, dan rokok itupun sebagi alat
basa-basinya, karena Minangkabau
terkenal
dengan kesadaran sosial yang tinggi terhadap adab pergaulan.
Minangkabau
sangat memiliki ketergantungan kepada rokok sampai-sampai pada saat suatu acara
tradisi yang biasanya disampaikan secara lisan dituangkan dalam
kata-katanya. Contoh saja dalam acara pasambahan cabiak siriah. Pada acara manjapuik marapulai ada juga seperti
ini, biasanya dia menyediakan empat batang rokok dalam carano, lengkap dengan
siriah langkoknya. Empat
batang rokok itu berasal dari urang sumando dalam kaum keluarga anak daro dan
ditujukan kepada Urang Ampek Jinih
dalam kaum keluarga marapulai. Pesan
dan Amanat Rokok yang merupakan alat komunikasi berbasa-basi dari urang sumando
yang menjemput marapulai kepada pihak yang menanti diungkapkan dalam adat:
Kalau janjang lah ditingkek, Bandua lah di tapiak
Kok iyo karajo ka dikakok, Sabalun pasan ka
disampaikan
Siriah ka tangah
tampek rokok, Imbau nan tinggi tampak jauah
Sabuik nan dakek
jolong tasongoh, Di ateh
rumah nan bamamak
Bak itu adat nan
bapakai
Tidak
heran lagi,
ketika mendengar munculnya fatwa haram rokok,
yang difatwakan oleh MUI
mendapatkan
respon langsung dari masyarakat yang sangat
hangat untuk dikritik. Memang pemikiran bebas merasuk secara lembut membuat dia
tertidur pulas. Kesadaran
selama ini bisa hilang, setelah dia bangun dari tidurnya, ternyata bahwa dia
itu memiliki Agama yang memiliki atauran kedisiplinan rohani dan jasmaninya
demi keselamatannya.
Begitu juga kaum tradisi, sebenarnya kita masih diberikan untuk
membuka mata. Tidak mungkin para ulama mengeluarkan fatwa secara senonoh begitu saja, kenapa kita
tidak harus siqoh saja dengan keputusan muktamar itu. Sebagai pertimbangan bagi
kita lahirnya fatwa haram rokok karena telah melalui berbagai macam uji materil yang telah dilakukan
oleh pihak medis dengan melalui observasi
sangat teliti.
Dan disertai dengan tinjauan Al-Qur’an dan As-Sunah tentunya menjadi sebagai
petunjuk mutlak bagi umat Islam, dengan begitu tebalnya referensi dalam menganalisisnya tentunya ini sangat
mendalam. Untuk
saat ini, generasi Islam
dipertanyakan kesiqohannya.
Hal
ini sebanarnya lebih didorong oleh kondisi umat Islam di Indonesia. Masyarakat
muslim di negara kita mayoritasnya tidak begitu memegang prinsip dan ajaran
Agama mereka. Agama sebatas untuk menentukan status atau identitas individu dan tak
lebih dari itu. Yang lebih parah lagi adalah masyarakat muslim di Indonesia,
sangat kurang untuk memahami ajaran agamanya dan hanya ikut-ikutan dalam
memeluk Agama. Sebenarnya,
yang paling perlu dilakukan oleh MUI adalah meningkatkan kecerdasan beragama
untuk generasi muda ini. MUI harus lebih berperan dalam menyebarkan ajaran
Islam ketimbang duduk dan rapat menentukan atau memutuskan Hukum-hukum saja.
Nah, harapan kita sebagai bangsa Indonesia,
MUI lebih mawas diri dan juga cepat tanggap terhadap isu-isu yang lebih besar
baik di dalam maupun dunia Islam.
Tidak
ada yang perlu dirisaukan lagi,
asalkan MUI tegas.
Kalau memang seandainya orang Minang mengakui adagium Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi
Kitabullah itu sebagai kiblat dari
Budaya Minangkabau ini, tidak ada
salahnya untuk mengambil keputusan.
Untuk
menyadarkan diri kita semua dari ketertiduran ini. Seruan untuk kembali ka Surau sudah
tepat untuk dipenuhi oleh generasi muda saat ini. Sejatinya, Surau bagi orang
Minangkabau sebagai
tempat menimba ilmu, tata cara beretika, sosial, dan Budaya. Suraulah
tempatnya. Bahkan
sekarang tempat untuk itu tidak hanya surau lagi, sudah ada tempat pendidikan formal
seperti sekolah dan perguruan tinggi, dan masih banyak tempat pendidikan lebih
mendekatkan kita kepada Islam. Seperti sistem
mentoring atau haloqah (liqo’an),
yang menjadi khasanah
dalam kebudayaan orang
Minangkabau terdahulu
untuk mendidik anak kemenakannya. Tuntutan untuk
mempelajari bagi generasi Minangkabau harus didesak dengan
seksama, sebab yang kita ketahui tentang Islam selama ini hanya
berkutat pada sampulnya saja.
Pendidikan
Islam di tingkat
sekolah dasar dan menengah di sekolah seolah-olah
masih merabunkan mata kita.
Terkadang
tidak pernah merasa malu, dengan berani kita
mengkritik, menghujat
MUI tentang fatwa haram rokok.
Begitu juga dengan fatwa haram golput. Dengan ilmu yang hanya baru sebatas
sampul buku saja, kritikan itu telah menorehkan arang kepada ulama-ulama kita. Hal ini disebabkan oleh
fenomena kehidupan saat ini,
banyak
yang tidak kenal dengan Sirah
Islam. Maka,
sudah saatnya kita menggali
Sirah Islam dan
ilmu berserta fiqih-fiqihnya
dan usul atau sunahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar