Rabu, 26 September 2012

ISLAM VS TRADISI MINANGKABAU


ISLAM VS TRADISI MINANGKABAU
Oleh: Eldo Accarja

Mau kemana budaya Minangkabau ini akan diarahkan? apakah kita mempertahankan keasliannya dengan tingkat pemahaman itu-itu saja, atau menahannya agar dapat dilestarikan dan bisa menjadi aset bangsa yang berharga agar dapat dipatenkan? Tentu itu seperti mumi yang berjalan selayaknya untuk dipertontonkan. Pilihan itu tergantung kepada kita, sebenarnya pastinya kita mau yang terbaik, tidak mungkin kita tega dengan ketertinggalan pola pikir kebudayaan yang terus berlarut. Jangan sampai kita diwarnai oleh Budaya asing yang menghilangkan kearifan Budaya kita, Budaya Pop sangat disenangi oleh generasi muda, sebab kecenderungan manusia tidak bisa diikat oleh aturan-aturan. Sedangkan pemikiran Agama dianggap sangat primitif sama dengan pemikiran Budaya yang sangat tradisi terlalu banyak aturan. Sebenarnya, Budaya dan Agama mengikat tingkah laku sosial Manusia.
“Agama dan Budaya tidak bisa digandeng atau disatukan, salah satunya harus ada yang mengalah, sebab Budaya dan Agama memiliki disipilin hukum tersendiri”. Ternyata filsafat Yunani Klasik ini terbantahkan oleh orang Minangkabau. Pada umumnya, orang Minangkabau telah mengetahui adagium Budayanya sendiri, bahkan ini sudah bisa disebut sebagai pranata yang mengikat kepada kebudayaannya. Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah telah berhasil menyatukan darah melayu sebagai identitas kebudayaan yang Islami. Kita bisa membuktikan, yang mengikat suatu pemikiran sosial berbudaya di dalam lingkungan sosial di tanah Melayu ini berlandaskan atas dasar hukum Islam. Bukan hanya Minangkabau saja yang memaknai adagium ini, orang-orang Melayu pada umumnya memaknai sebagai filosofi kebudayaannya.
Jika kita berbincang tentang Agama dan Budaya, yang perlu kita fahami yaitu sudut pandang kita. Suatu masalah ditinjau dari kaca mata yang berbeda tentu saja kelihatan berbeda. Fatwa dari sudut pandangan kepentingan sosial-ekonomi, dari sudut pandang kebebasan, sangat jauh berbeda. Contohnya, rokok-rokok sudah mendarah daging oleh masyarakat Minangkabau, apa lagi di lapau-lapau yang menjadi salah satu tempat bagi kaum laki-laki untuk bersosial. Pada umumnya tempat ini menyediakan rokok, dan rokok itupun sebagi alat basa-basinya, karena Minangkabau terkenal dengan kesadaran sosial yang tinggi terhadap adab pergaulan.
Minangkabau sangat memiliki ketergantungan kepada rokok sampai-sampai pada saat suatu acara tradisi yang biasanya disampaikan secara lisan dituangkan dalam kata-katanya. Contoh saja dalam acara pasambahan cabiak siriah. Pada acara manjapuik marapulai ada juga seperti ini, biasanya dia menyediakan empat batang rokok dalam carano, lengkap dengan siriah langkoknya. Empat batang rokok itu berasal dari urang sumando dalam kaum keluarga anak daro dan ditujukan kepada Urang Ampek Jinih dalam kaum keluarga marapulai. Pesan dan Amanat Rokok yang merupakan alat komunikasi berbasa-basi dari urang sumando yang menjemput marapulai kepada pihak yang menanti diungkapkan dalam adat:
Kalau janjang lah ditingkek, Bandua lah di tapiak
Duduak baselo infobataratik , Sabalun kato ka mulai
Kok  iyo karajo ka dikakok, Sabalun pasan ka disampaikan
Siriah ka tangah tampek rokok, Imbau nan tinggi tampak jauah
Sabuik nan dakek jolong tasongoh, Di ateh rumah nan bamamak
Bak itu adat nan bapakai
Tidak heran lagi, ketika mendengar munculnya fatwa haram rokok, yang difatwakan oleh MUI mendapatkan respon langsung dari masyarakat yang sangat hangat untuk dikritik. Memang pemikiran bebas merasuk secara lembut membuat dia tertidur pulas. Kesadaran selama ini bisa hilang, setelah dia bangun dari tidurnya, ternyata bahwa dia itu memiliki Agama yang memiliki atauran kedisiplinan rohani dan jasmaninya demi keselamatannya. Begitu juga kaum tradisi, sebenarnya kita masih diberikan untuk membuka mata. Tidak mungkin para ulama mengeluarkan fatwa secara senonoh begitu saja, kenapa kita tidak harus siqoh saja dengan keputusan muktamar itu. Sebagai pertimbangan bagi kita lahirnya fatwa haram rokok karena telah melalui berbagai macam uji materil yang telah dilakukan oleh pihak medis dengan melalui observasi sangat teliti. Dan disertai dengan tinjauan Al-Qur’an dan As-Sunah tentunya menjadi sebagai petunjuk mutlak bagi umat Islam, dengan begitu tebalnya referensi dalam menganalisisnya tentunya ini sangat mendalam. Untuk saat ini, generasi Islam dipertanyakan kesiqohannya.
Hal ini sebanarnya lebih didorong oleh kondisi umat Islam di Indonesia. Masyarakat muslim di negara kita mayoritasnya tidak begitu memegang prinsip dan ajaran Agama mereka. Agama sebatas untuk menentukan status atau identitas individu dan tak lebih dari itu. Yang lebih parah lagi adalah masyarakat muslim di Indonesia, sangat kurang untuk memahami ajaran agamanya dan hanya ikut-ikutan dalam memeluk Agama. Sebenarnya, yang paling perlu dilakukan oleh MUI adalah meningkatkan kecerdasan beragama untuk generasi muda ini. MUI harus lebih berperan dalam menyebarkan ajaran Islam ketimbang duduk dan rapat menentukan atau memutuskan Hukum-hukum saja. Nah, harapan kita sebagai bangsa Indonesia, MUI lebih mawas diri dan juga cepat tanggap terhadap isu-isu yang lebih besar baik di dalam maupun dunia Islam.
Tidak ada yang perlu dirisaukan lagi, asalkan MUI tegas. Kalau memang seandainya orang Minang mengakui adagium Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah itu sebagai kiblat dari Budaya Minangkabau ini, tidak ada salahnya untuk mengambil keputusan.
Untuk menyadarkan diri kita semua dari ketertiduran ini. Seruan untuk kembali ka Surau sudah tepat untuk dipenuhi oleh generasi muda saat ini. Sejatinya, Surau bagi orang Minangkabau sebagai tempat menimba ilmu, tata cara beretika, sosial, dan Budaya. Suraulah tempatnya. Bahkan sekarang tempat untuk itu tidak hanya surau lagi, sudah ada tempat pendidikan formal seperti sekolah dan perguruan tinggi, dan masih banyak tempat pendidikan lebih mendekatkan kita kepada Islam. Seperti sistem mentoring atau haloqah (liqo’an), yang menjadi khasanah dalam kebudayaan orang Minangkabau terdahulu untuk mendidik anak kemenakannya. Tuntutan untuk mempelajari bagi generasi Minangkabau harus didesak dengan seksama, sebab yang kita ketahui tentang Islam selama ini hanya berkutat pada sampulnya saja. Pendidikan Islam di tingkat sekolah dasar dan menengah di sekolah seolah-olah masih  merabunkan mata kita.
Terkadang tidak pernah merasa malu, dengan berani kita mengkritik, menghujat MUI tentang fatwa haram rokok. Begitu juga dengan fatwa haram golput. Dengan ilmu yang hanya baru sebatas sampul buku saja, kritikan itu telah menorehkan arang kepada ulama-ulama kita. Hal ini disebabkan oleh fenomena kehidupan saat ini, banyak yang tidak kenal dengan Sirah Islam. Maka, sudah saatnya kita menggali Sirah Islam dan ilmu berserta fiqih-fiqihnya dan usul atau sunahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar